JAKARTA | Indonesia Adijaya – Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, usia pensiun prajurit adalah 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama. Andika lahir pada tanggal 21 Desember 1964 atau 57 tahun lalu, sehingga pada 21 Desember 2022 dia berusia 58 tahun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Panglima Tertinggi TNI telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke Pimpinan MPR. Dalam Surpres tersebut Jokowi menggunakan hak prerogatifnya dan menjatuhkan pilihan kepada Calon Tunggal yakni Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI H. Yudo Margono sebagai calon pengganti Jenderal Andika Perkasa.
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) yang juga Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa SSiT., M.Mar, menyatakan langkah Presiden Jokowi mencalonkan KSAL Laksamana Yudo Margono sebagai Panglima TNI adalah pilihan tepat.
“Saya mengapresiasi positif Presiden Jokowi dalam menunjuk KSAL Laksamana Yudo sebagai Calon Tunggal Panglima TNI menggantikan Jenderal Andika. Ini sangat tepat, karena memang kebetulan sejalan dengan pemikiran yang saya utarakan dalam berbagai kesempatan,” tegasnya dalam keterangan pers kepada media, Rabu (30/11/2022) di Jakarta.
Capt. Hakeng menilai sudah sepatutnya Yudo Margono menjadi Panglima TNI. “Jika merujuk pada UU TNI yang menyebutkan bahwa Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Maka sudah sepantasnya untuk saat ini giliran panglima TNI berasal dari matra TNI AL. Apalagi selama dua periode pemerintahan Jokowi, penjabat Panglima TNI belum ada satupun yang berasal dari matra TNI AL,” imbuhnya.
Disamping amanah UU TNI tersebut, Capt. Hakeng menyebutkan bahwa Indonesia adalah bangsa maritim. Negara Indonesia ini terdiri dari lautan, yang ditaburi oleh pulau-pulau.
“Sebagai bangsa maritim harusnya kita sadar bahwa Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi (km2). Dimana 5.80 km2 adalah lautan atau 67 persen wilayah Indonesia adalah perairan. Dan juga, dalam kesempatan pertama Ketika menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Presiden Jokowi jelas mengatakan bahwa kita telah terlalu lama memunggungi lautan. Jadi penunjukkan Laksamana Yudo Margono sebagai Calon Panglima memang bukan sebuah kejutan bagi saya, tapi lebih ke arah sebuah keharusan disamping tentunya sebagai pemenuhan janji politik seorang Presiden terpilih kepada pemilihnya,” jelas Capt. Hakeng.
Karena itu, tambah Capt. Hakeng dengan dipilihnya Yudo Margono diharapkan TNI mampu menjaga kedaulatan wilayah maritim Indonesia serta dapat ikut mewujudkan Indonesia Poros Maritim Dunia seperti yang dicita-citakan Presiden Jokowi. Serta diharapkan Panglima TNI yang baru nanti dapat ikut mendukung Kebijakan Kelautan Indonesia yang terdiri atas 7 (tujuh) pilar, yaitu: Pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia; Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut; Tata kelola dan kelembagaan laut; Ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan; Pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut; Budaya Bahari; dan Diplomasi Maritim.
Lanjut Capt. Hakeng saat ini yang juga patut dikaji adalah telah terjadi peralihan perhatian dan aktivitas dunia dari wilayah Mediterania dan Atlantik menuju kawasan Indopasifik. “Peralihan perhatian dan aktivitas tersebut mengakibatkan wilayah maritim Indonesia kembali menjadi perlintasan strategis Kapal-Kapal dari seluruh Dunia. Indonesia harus sadar dengan posisinya secara geopolitik dan geostrategis. Karena itu penambahan kekuatan matra TNI AL dengan dukungan dari matra TNI lainnya adalah hal yang urgent untuk bisa dilakukan dalam waktu dekat,” ungkap Capt. Hakeng.
Persoalan lain yang juga muncul menurut pendiri dari Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) ini adalah persoalan pelanggaran kapal nelayan asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia untuk mengambil ikan.
“Perlu diperhatikan Indonesia memiliki kekayaan perikanan laut berlimpah. Oleh sebab itu pula kedaulatan pangan menjadi tujuan yang harus selalu disuarakan oleh Pemerintah Indonesia dalam upaya menjaga keamanan pangan untuk masyarakat. Peran aktif TNI khususnya TNI AL dalam ikut menjaga kedaulatan pangan laut tentunya masih sangat dibutuhkan, sampai nantinya peran tersebut bisa diambil alih oleh Indonesia Coast Guard,” pungkas Capt. Hakeng. (**)